Wednesday, January 2, 2013

KISAH PERNIKAHAN PARA MA'SHUM AS


KISAH PERNIKAHAN PARA MA'SHUM AS

Dialog Khadijah dengan Muhammad al-Amin

Dengan pesan Khadijah, nabi yang dijanjikan itu pergi bertamu ke rumah Khadijah. Atau setelah bermusyawarah dengan pamannya, Abu Thalib ia pergi ke rumah Khadijah. Ia mendapatkan penghormatan khusus dari Khadijah dan melantunkan beberapa syair untuk itu."Apakah engkau memiliki keperluan yang dapat kulakukan?"Putra Aminah tidak mengucapkan sepatah kata pun karena rasa malunya yang tinggi."Apakah aku dapat bertanya sesuatu kepadamu?""Silakan.""Apakah yang akan kau lakukan dengan upah perdagangan itu?""Apa maksudmu?""Aku ingin tahu apakah aku dapat melakuan sesuatu untukmu?""Pamanku, Abu Thalib menginginkan aku menikah dengan modal tersebut."Dengan senyuman yang bercampur dengan kebahagiaan Khadijah berkata, "Apakah kamu setuju jika aku merealisasikan keinginan pamanmu itu? Aku kenal seorang wanita yang-dari segi kesempurnaan dan kecantikan-sangat sesuai denganmu; seorang wanita yang baik, suci, dan berpengalaman. Sudah banyak orang yang ingin menjalin hubungan dengannya dan wanita-wanita pembesar Arab iri kepadanya. Wahai Muhammad, selayaknya kuceritakan juga kejelekan-kejelekannya. Ia pernah bersuami dua kali dan telah menjalani hidup bersamanya bertahun-tahun."12"Siapakah namanya?""Budakmu, Khadijah!""Oh, Tuhanku! Ia telah bercerita tentang dirinya. Jika kuangkat kepalaku, apa yang dapat kukatakan?""Mengapa engkau tidak menjawabku? Demi Allah, aku sangat mencintaimu dan tidak akan pernah menentangmu dalam setiap keadaan."Diamnya Muhammad yang disertai dengan kewibawaan dan kesopanan itu membuat air mata Khadijah menetes, dan ia melantunkan beberapa bait syair secara spontan. "Hatiku telah tertambat kepadamu. Di dalam taman hatiku terdapat kecintaanmu. Jika engkau tidak menerima tawaranku, ruhku akan terbang dari ragaku.""Mengapa engkau tidak menjawabku? Kerelaanmu adalah kerelaanku dan aku selalu menaatimu.""Mengapa engkau berkata demikian? Engkau adalah ratu Arab dan aku seorang pemuda miskin.""Orang yang rela mengorbankan jiwanya untukmu, apakah ia mau mempertahankan hartanya? Wahai putra kepercayaan Makkah, wahai pondasi wujud dan seluruh harapanku, aku akan menutupi kepapaanmu. Seluruh wujud dan modal material dan sosialku 'kan kukorbankan untukmu. Wahai matahari Makkah yang benderang, memancarlah dari jendela harapanku dan wujudkanlah harapan pamanmu yang sudah tua yang selalu mengharapkan engkau bersanding dengan seorang wanita. Jangan kau cela aku. Berikanlah hak kepadaku jika aku tergila-gila kepadamu. Zulaikha pernah melihat Yusuf dan ia menjadi tergila-gila, dan para wanita Mesir terpesona oleh ketampanannya. Engkau sangatlah agung. Jangan kau membuatku putus-asa. Demi Ka'bah dan bukit Shafâ, jangan kau usir aku dari dirimu. Bangun dan pergilah menemui paman-pamanmu, serta utuslah mereka untuk meminangku. Engkau akan mendapatiku sebagai wanita yang tegar dan setia."Rasulullah saw keluar dari rumah Khadijah dan pergi menemui pamannya. Kegembiraan dan kebahagiaan tampak terlukis di wajahnya. Ia melihat paman-pamannya sedang berkumpul. Abu Thalib memandang wajah Rasulullah seraya berkata, "Keponanaku, aku ucapkan selamat atas hadiah yang telah kau terima dari Khadijah. Kukira ia telah mencurahkan seluruh hadiah atasmu."Rasulullah berkata perlahan, "Paman, aku ingin sesuatu dari Anda."Dengan tidak sabar Abu Thalib bertanya, "Permintaan apa? Katakanlah sehingga kulaksanakan secepatnya.""Paman, berangkatlah sekarang juga bersama paman-paman yang lain dan pergilah menemui Khuwailid untuk meminang putrinya, Khadijah untukku," jawabnya.Tidak satu pun dari paman-pamannya yang mengabulkan permintaannya kecuali Abu Thalib. Ia berkata, "Buah hatiku, sebenarnya kami yang harus belajar darimu dan bermusyawarah denganmu dalam masalah seperti ini. Engkau sendiri mengetahui bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang sempurna, berkepribadian dan menjaga diri dari segala cela dan aib. Seluruh raja Arab, para pembesar Quraisy, para pembesar Bani Hasyim, raja-raja Yaman dan para pembesar Thaif telah meminangnya dan mereka bersedia mengorbankan harta berlimpah dalam hal ini, akan tetapi ia tidak menanggapi mereka semua dan melihat dirinya lebih tinggi dan lebih berkepribadian dari mereka. Anakku, engkau adalah seorang yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan. Khadijah adalah seorang wanita yang senang bergurau. Kukira ia ingin bergurau denganmu. Jangan kau anggap serius gurauan-gurauannya ini. Janganlah kau sebarkan berita ini, karena semua itu akan sampai ke telinga semua orang Quraisy."Abu Lahab berkata, "Keponakanku, jangan kau jadikan keluarga kami sebagai buah bibir seluruh penduduk Arab. Engkau tidak layak untuk seorang Khadijah."Abbas beranjak dari tempatnya dan menjawab perkataan Abu Lahab itu dengan lantang. Ia berkata, "Engkau adalah seorang yang hina dan berperilaku buruk. Cela apakah yang dapat mereka temukan berkenaan dengan keponakanku? Ia memiliki ketampanan yang memikat dan kesempurnaan yang tak terbatas. Bagaimana mungkin Khadijah menganggap dirinya lebih tinggi darinya? Dengan perantara harta, kecantikan, atau kesempurnaannya? Demi Tuhan Ka'bah, jika ia meminta mahar darinya, maka akan kutunggangi kudaku untuk berkeliling di padang sahara dan memasuki kerajaan para raja untuk menyediakan apa yang diminta oleh Khadijah itu."Rasulullah berkata, "Paman-pamanku, sudah terlalu lama kalian berdebat dengan masalah yang tidak ada gunanya. Kalian tidak perlu ikut campur dalam hal ini. Kalian tidak mengetahui apa yang kuketahui."Shafiah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah beranjak dari tempatnya seraya berkata, "Demi Allah, aku tahu bahwa setiap yang dikatakan oleh keponakanku ini adalah benar. Ia adalah seorang yang jujur. Mungkin saja Khadijah hanya ingin bergurau dengannya. Aku akan pergi untuk meneliti terlebih dahulu."Ia mengenakan pakaiannya yang mewah dan pergi ke rumah Khadijah. Sebagian sahaya Khadijah melihat Shafiah menuju ke rumahnya. Mereka mengabarkan hal itu secepatnya.Pada waktu itu, Khadijah sudah beranjak untuk tidur. Ia turun dari rumah bagian atas ke bagian bawah dan memberikan izin kepada semua sahayanya untuk beristirahat. Akan tetapi, setelah mengetahui Shafiah hendak datang, ia bersiap-siap untuk menjamunya. Dan karena terburu-buru, bagian bawah bajunya terinjak oleh kakinya. Pada waktu itu, Shafiah masih berada di luar rumah. Ia mendengar ketika Khadijah berseru, "Tidak berbahagialah orang yang memusuhimu, wahai Muhammad!" Shafiah berkata kepada dirinya, "Sudah jelas bahwa ini bukanlah sebuah pegurauan."Ia mengetuk pintu rumah Khadijah. Para sahaya mengantarkannya bertemu Khadijah dan menjamunya dengan penuh kehormatan. Khadijah ingin mengambilkan makanan untuktnya. Akan tetapi, ia berkata, "Aku tidak datang untuk sebuah makanan. Aku datang untuk meneliti."Khadijah yang memahami maksudnya dengan isyarat tersebut berkata, "Hal itu benar. Jika kau mau, sebarkan hal ini atau rahasiakan saja dulu. Aku telah meminang Muhammad untuk diriku dan menerima mahar yang diusulkannya. Jangan sampai kalian membohongkannya. Aku tahu bahwa Tuhan semesta alam telah membenarkannya."Shafiah tersenyum merekah seraya berkata, "Aku memahami jika engkau memiliki rasa cinta demikian. Aku sendiri belum pernah melihat wajah bercahaya seperti wajah Muhammad, belum pernah mendengar ucapan yang lebih menarik dari ucapannya, dan belum pernah melihat gaya bicara yang lebih mulia dari gaya bicaranya."Shafiah ingin keluar dari rumah Khadijah, tapi Khadijah tidak mengizinkannya seraya berkata, "Sabar dulu sebentar." Ia lalu beranjak dan mengambil secarik kain yang sangat berharga. Ia memberikannya kepada Shafiah sebagai hadiah, lalu memeluknya seraya memohon sesuatu. Ia berkata, "Demi Allah, tolonglah aku sehingga aku dapat menjadi istri Muhammad." Shafiah berjanji untuk membantunya sekuat tenaga. Lalu, ia bergegas pergi ke rumah saudara-saudaranya.Mereka bertanya apa yang telah terjadi. Ia menjawab, "Ia begitu tergila-gila terhadap keponakan kalian sehingga sulit untuk menceritakannya." Mendengar berita itu, mereka semua gembira dan bahagia kecuali Abu Lahab yang hal itu menambah kemarahan dan kebenciannya. Kemarahan dan kebenciannya itu sudah pernah terjadi sebelumnya dan sekarang bertambah parah. Abbas berkata lantang, "Sekarang ketika rencana sudah sampai pada tahap ini, mengapa kalian semua duduk di sini?"Di sini, sejarah menukil satu pasal panjang tentang sikap Khuwailid terhadap Abu Thalib dan para peminang yang bersamanya. Mereka keluar dari rumah Khuwailid dengan penuh keputus-asaan. Akan teapi, sesuai dengan pendapat Kulaini dalam buku al-Kâfî dan al-Waqidi, yang melaksanakan akad pernikahan Khadijah adalah pamannya. Al-Waqidi menulis, "Khuwailid telah meninggal dunia sebelum peristiwa perang Fijâr."Seperti diriwayatkan oleh Abul Hasan al-Bakri, setelah putra-putra Abdul Muthalib keluar dari rumah Khuwailid, ketika Khadijah mendengar kejadian yang telah terjadi, ia berkata, "Katakanlah kepada pamanku, Waraqah untuk datang kemari." Ketika ia datang, Khadijah sangat menghormati kedatangannya dan menanyakan perihal ketidakpeduliannya.Waraqah melihat Khadijah dalam kesedihan yang dalam. Ia berkata, "Keponakankku, apa yang sedang terjadi? Mengapa engkau bersedih hati?""Mengapa aku tidak boleh sedih setelah semua harapanku terbang dibawa angin?" jawabnya."Selama ini aku belum pernah mendengar engkau berbicara demikian. Mungkin maksudmu adalah pernikahan?" tanyanya lagi."Ya", jawabnya singkat."Pernikahan 'kan buan suatu masalah yang penting. Para pembesar Arab telah meminangmu dan kamu pun menolak mereka", jawabnya."Aku tidak ingin keluar dari Makkah", katanya lagi."Tidak sedikit para peminangnmu yang berdomisili di Makkah, seperti Syaibah bin Rabi'ah, 'Uqbah bin Mu'ith, Abu Jahal bin Hisyam, dan Shalt bin Abi Yahab. Tidak satu pun dari mereka yang kau terima", kata Waraqah lagi."Aku tidak ingin suamiku memiliki cela", jawab Khadijah."Mereka ini memiliki cela apa?", tanya Waraqah."Syaibah adalah seseorang yang selalu berburuk sangka dan jelek hati, 'Uqbah sudah tua renta, dan Abu Jahal adalah seorang yang kikir, sombong, dan selalu mengumpat. Adapun Shalt, ia tidak dapat memelihara wanita. Pamanku, apakah engkau mendengar berita bahwa ada orang lain selain mereka telah meminangku?", kata Khadijah."Ya, aku mendengar berita itu. Muhammad bin Abdullah telah meminangmu", jawab Waraqah."Apakah engkau melihat cela pada dirinya?", tanyanya lagi.Waraqah bin Naufal mengetahui banyak tentang kitab-kitab samawi. Ketika ia mendengar pertanyaan Khadijah itu, ia menundukkan kepala seraya berkata, "Apakah engkau ingin kuceritakan cela-celanya?", tanyanya."Ya!", jawab Khadijah.Ia berkata, "Ia memiliki ras yang mulia dan keturunan yang berkepribadian. Ia memiliki wajah yang menarik, akhlak yang indah, keutamaan yang telah diketahui oleh khalayak, dan kemurahan hati yang sangat besar. Demi Allah, Khadijah, ini adalah sebuah kenyataan."Khadijah bertanya, "Sepertinya aku minta supaya engkau menceritakan cela-celanya!"Waraqah berkata, "Khadijah, dahinya bercahaya bak bintang-gumintang, kedua matanya seperti permata yang bergemilau, dan bahasanya lebih manis dari madu yang murni. Ketika sedang berjalan, ia memancar seperti rembulan yang cemerlang."Khadijah berkata, "Pamanku, jangan bergurau. Tolong ceritakan cela dan aibnya."Waraqah berkata, "Semua wujudnya adalah keindahan, keturunannya bebas dari segala aib kekotoran, dan ia lebih tampan dari seluruh penduduk semesta alam. Ia memiliki hati yang penyayang. Rambutnya lembut dan terurai. Ia memiliki bau badan yang lebih harum dari minyak misik dan gaya bicara yang lebih manis dari madu. Khadijah, aku mengambil Allah sebagai saksiku, aku sangat mencintainya."Khadijah berkata, "Pamanku, setiap aku memintamu menceritakan cela dan aibnya, engkau selalu menceritakan karakter -karakter baiknya!"Waraqah, "Anakku, dapatkah aku menceritakan karakternya untukmu?"Khadijah berkata, "Pamanku, kebanyakan orang membuat-buatkan cela baginya dan mereka mengatakan bahwa ia adalah seorang yang miskin. Jika ia miskin, kekayaanku sangat banyak. Bagaimana pun, aku sangat mencintanya dan aku pun telah meminangnya."Waraqah berkata, "Apa yang akan kau berikan padaku jika malam ini aku menikahkanmu dengannya?"Khadijah berkata, "Apakah selama ini aku mempersulit urusan terhadapmu? Kuserahkan semua kekayaanku padamu. Pilihlah apa yang kau sukai."Waraqah berkata, "Khadijah, aku tidak menginginkan perhiasan dunia. Masa depan memiliki perhitungan dan terdapat kitab amal dan siksa. Keselamatan akan dimiliki oleh orang yang mengikuti Muhammad dan membenarkan risalahnya. Celakalah orang yang menyimpang dari jalan surga dan memilih jalan menuju neraka."Khadijah berkata, "Apa yang kau inginkan akan kuberikan padamu."Menurut versi sejarah ini, Waraqah pergi menemui Khuwailid untuk mengingatkannya agar tidak menolak Bani Hasyim dan mengkritik tindakannya yang tidak baik. Khuwailid beralasan, "Muhammad tidak memiliki kekayaan, dan kukira Khadijah tidak akan mau."Waraqah menjawab kedua alasan Khuwailid itu dan mengajaknya untuk pergi bersama ke rumah Abu Thalib demi menebus kesalahannya selama ini dan mengambil hati Bani Hasyim kembali. Akhirnya, Khuwailid menyerahkan seluruh urusan putrinya kepada Warqah bin Naufal di rumah Abu Thalib dan mengumumkan bahwa ia adalah wakilnya dalam semua urusan Khadijah.Hamzah, paman nabi tidak puas dengan perwakilan ini dan menetapkan agar perwakilan itu dinyatakan di depan kaum Quraisy. Kemudian mereka bersama-sama datang ke Ka'bah dimana sekelompok orang sudah berkumpul disana seperti Shalat bin Abi Wahab, Hisyam bin Mughirah, Abu Jahal bin Hisyam,Uqbah bin abi Mu'ith, Umayah bin Khalaf dan Abu Sufyan. Di hadapan mereka, Khuwailid juga mengakui perwakilan itu dan memutuskan bahwa esok harinya akan melangsungkan pertunangan resmi.Imam Shadiq as bersabda: "Ketika Rasulullah saw ingin menikahi Khadijah, Abu Thalib bersama rombongan Quraisy datang menemui paman Khadijah, Waraqoh bin Naufal. Pertama, Abu Thalib yang mulai berbicara dan berkata: "Puji syukur kepada Tuhan seluruh alam pemilik rumah ini yang telah menjadikan kami dari golongan Ibrahim al-Khalil dan Ismail serta penghuni rumah-Nya yang penuh keamanan. Dia menjadikan kami sebagai hakim masyarakat dan mencurahkan nikmat-Nya dari tanah suci ini kepada kami. Inilah keponakanku, Muhammad bin Abdillah, orang termulia di kalangan Quraisy dan tidak satupun yang sepadan dan serupa dengannya. Sekalipun ia miskin dan tidak punya harta (tapi harta dan kekayaan adalah teman pengkhianat dan cepat pergi). Ia sangat mencintai Khadijah dan ia juga mencintainya. Kami datang untuk meminangnya. Berapa saja maskawin yang ia relakan kami akan memenuhinya, baik kontan maupun tidak. Ya Allah, saya bersaksi bahwa keponakannku adalah sosok agung dan memiliki masa depan yang jernih, agama serta keyakinan yang suci."13Abu Thalib mengakhiri pembicarannya dan berakhir pula pertunangan dari pihak lelaki. Paman Khadijah, Waraqoh juga ingin berbicara, namun mulutnya terasa berat dan tidak bisa menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan. Disaat inilah Khadijah berbicara: Paman, sekalipun engkau pemegang semua urusanku dan saksi kehidupanku namun kali ini aku yang labih berhak maju, lalu ia mengucapkan akad nikah sendiri sebagai berikut:

قَدْ زَوَّجْتُكَ نَفْسِيْ وَ الْمَهْرُ فِيْ مَالِيْ فَأْمُرْ عَمَّكَ فَلْيَنْحَرْ نَاقَةً فَلْيُوْلِمْ بِهَا وَ ادْخُلْ عَلَى

أَهْلِكَ

"Muhammad yang mulia, aku nikahkan diriku untukmu dan maskawin serta biaya perkawinan ini aku ambil dari kakayaanku. Katakanlah kepada pamanmu untuk menyembelih unta, menyiapkan resepsi perkawinan dan masuklah ke rumah istrimu kapan saja engkau mau."

Abu Thalib memanfaatkan kesempatan yang ada dan berkata: "Jadilah kalian saksi bahwa Khadijah telah menerima maskawin yang diambil dari hartannya." Sebagian orang Ouraisy yang hadir di situ, karena merasa iri, dengan suara mengejek berteriak; "Aneh sekali! Dulu kaum lelaki yang memberi maskawin, tapi sekarang kami lihat orang perempuan yang justru menyerahkan maskawin kepada calon suaminya." Abu Thalib merasa terpukul dan marah dengan ucapan ini (dia adalah lelaki kharismatik dimana orang ketakutan sewaktu marah) lalu berkata: "Jika mempelai lelaki seperti keponakanku maka tidak menjadi masalahperempuan yang memberi maskawin yang mahal, akan tetapi jika yang menikah seperti kamu maka memang selayaknya kamu menanggung maskawin yang besar."14Akhirnya, Abu Thalib menyembelih unta dan mengadakan walimah serta menikahkan Nabi saw dengan Khadijah.15

Catatan Penting atas Pernikahan Nabi dengan Khadijah

- Nabi saw lahir di tahun gajah dan Sayyidah Khadijah lahir ke dunia lima belas tahun sebelum tahun gajah. Usia beliau sewaktu menikah dua puluh lima tahun dan usia Khadijah empat puluh tahun.Di tahun kesepuluh bi'sah, Sayyidah Khadijah meninggal dunia setelah mencapai usia enam puluh lima tahun. Semasa Khadijah masih hidup Rasulullah saw tidak menikah dengan wanita lain.- Beliau mempunyai tujuh anak, tiga laki-laki dan empat perempuan. Anak laki tebebesar dari mereka adalah Qosim yang dengannya Rasulullah dijuluki Abul Qosim. Kedua, Abdullah yang dipanggil Thahir, Thayyib, dan Ibrahim dari keturunan Mariyah yang lahir di tahun kedelapan Hijriyah dan meninggal dunia di tahun kesepuluh Hijriyah sebelum Rasulullah saw wafat.Ibnu Hisyam menulis: Putri beliau terbesar adalah Ruqoyah lalu Zainab, Ummu Kulstum dan Fatimah. Dan sebagian orang juga meyakini bahwa Zainab anak terbesar dimana ia wafat di tahun kelahiran Ibrahim.Semua putra beliau meninggal dunia sebelum bi'sah, akan tetapi putri-putrinya sempat mengalamii masa kenabian.16" Syeikh Shaduq dalam kita Amali dengan sanad-nya sendiri menukil dari Imam Shadiq as yang bersabda: "Ketika Khadijah ra kawin dengan Rasulullah saw, para wanita Makkah lari darinya dan tidak mau datang atau memberi salam kepadanya, bahkan mereka mencegah wanita lain datang kepadanya. Khadijah ketakutan dan menyampaikan rasa takut dan sedihnya kepada Rasulullah saw. Ketika beliau mengandung Fatimah, ia dari dalam perut ibunya berbicara dan mengajak ibunya agar bersabar. Khadijah menyembunyikan masalah ini kepada Rasulullah saw, sehingga pada suatu hari beliau masuk kamar dan mendengar Khadijah sedang berbicara dengan Fatimah, lalu beliau bertanya: Kamu berbicara dengan siapa? Khadijah menjawab: Bayi dalam perutku ini berbicara denganku dan menghiburku. Lalu beliau berkata kepada Khadijah, Jibril telah membawa kabar kepadaku bahwa bayi itu perempuan, suci dan membawa berakah. Allah SWT menjadikan keturunanku darinya dan darinya Allah menjadikan para imam dan penggantiku di atas bumi".Khadijah melewati masa kehamilan sampai tiba waktu untuk melahirkan. Ia menyampaikan pesan kepada para wanita Quraisy dan Bani Hasyim yang berbunyi: Bantulah aku dan lakukanlah untukku semua urusan yang hanya bisa dilaksanakan oleh kaum wanita. Namun mereka mengutus seseorang untuk mengatakan padanya: Kau telah melanggar perintah kami dan tidak mendengarkan ucapan kami dimana kau menikah dengan Muhammad, anak yatim Abi Thalib yang fakir dan miskin. Sekarang, kami semua tidak peduli dengan urusanmu.Khadijah tenggelam dalam kesedihan. Dan tiba-tiba, ia melihat sosok empat wanita besar berkulit sawo matang menyerupai para wanita Bani Hasyim masuk rumah dan ia ketakutan melihat mereka. Akan tetapi satu dari mereka mengatakan: Janganlah sedih wahai Khadijah, kami adalah utusan Tuhan dan saudarimu. Aku Sarah dan ini Asiyah putri Mazahim yang akan menemanimu di surga dan ini Maryam puteri Imran dan ini adalah Kultsum saudari Musa bin Imran. Allah mengirim kami kepadamu untuk membantumu.Kemudian satu dari mereka duduk di sebelah kanan, satu lagi berada di sebelah kiri, yang ketiga menempati posisi depan dan yang keempat duduk di belakang kepalanya. Tak lama kemudian Fatimah as yang suci lahir. Tatkala bayi suci itu jatuh ke bumi, tiba-tiba muncul cahaya darinya yang menyinari seluruh rumah di Makkah dan tidak ada tempat di barat atau timur kecuali tersinari oleh cahaya tersebut.Setelah Fatimah as dilahirkan, ada sepuluh bidadari mendatanginya yang masing-masing membawa air segar kautsar dari surga. Perempuan yang duduk didepan Khadijah mengambil air itu dari mereka dan memandikan bayi mungil dengannya. Kemudian ia mengeluarkan dua helai kain yang lebih putih dari susu dan lebih wangi ketimbang misyik dan anbar, lalu ia membungkus Fatimah dengan salah satu dari kain tadi dan menutup kepalanya dengan yang lain, kemudian ia mengajaknya bicara. Fatimah as tersenyum, seraya berkata: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Tuhan yang Maha Esa, ayahku Rasulullah penghulu para nabi, suamiku pimpinan para imam, dan keturunanku adalah cucu-cucu para rasul, lalu ia mengucapkan salam kepada wanita-wanita tersebut sambil menyebutkan nama mereka satu persatu, kemudian mereka tertawa. Para bidadari dan penghuni langit satu sama lain saling mengucapkan selamat atas kelahiran Fatimah as. Cahaya besar memancar di langit yang malaikat tak pernah menyaksikan selama itu.Para wanita itu berkata: Wahai Khadijah, ambillah bayi suci, mungil dan penuh barakah ini yang ia dan keturunannya telah diberkati.Khadijah ra dengan senang dan gembira mengambil dan menimangnya. Fatimah as dalam sehari sedemikian pesat perkembangannya seakan bayi berumur satu bulan, dan dalam satu bulan seperti bayi berumur satu tahun.18

Peran Abu Thalib dalam perkawinan dan kehidupan Nabi

Peran Abu Thalib, ayah yang mulia dari Amirul mu'minin Ali as sejak awal hingga perkawinan Rasulullah dengan Khadijah dan khotbah nikahnya yang indah pantas untuk dipuji dan diperhatikan. Abu Thalib adalah pelindung anak saudaranya sejak masa awal kenabian yang penuh tantangan sampai masa jayanya, dan ia meninggal dunia pada tahun kesepuluh bi'sah beberapa hari sebelum wafatnya Sayyidah Khadijah.Ibnu Sa'ad dalam kitab Thabaqot menulis, "Kepergian Khadijah terjadi satu bulan lima hari setelah wafatnya Abu Thalib. Kelompok lain seperti Ibnu Astir dalam kitab Kamil, juz 2, halaman 63 meyakini bahwa beliau wafat sebelum itu, yakni tidak sampai satu bulan lima hari.Almarhum Ayati menulis, "Wafatnya Abu Thalib terjadi kira-kira dua bulan setelah keluarnya Bani Hasyim dari syu'b dan tiga tahun sebelum Hijrah, dan tiga hari setelahnya ( yaitu pada bulan Ramadan tahun ke sepuluh bi'sah) Sayyidah Khadijah pun meninggal dunia. Khadijah (menurut sejarah ini) berusia 65 tahun dan Abu Thalib berumur 80 tahun lebih, sedangkan Rasululah saw saat itu sudah mencapai umur 49 tahun delapan bulan sebelas hari.Abu Thalib dan Khadijah dikuburkan di Makkah (Hajun). Kepergian dua pribadi agung ini adalah musibah besar bagi Rasulullah saw. Beliau sendiri mengatakan: "Sampai hari wafatnya Abu Thalib orang Quraisy tidak berani mengganguku."19Ibnu Hisyam menulis, "Tak lama setelah meninggalnya Abu Thalib, ada satu pemuda Quraisy melemparkan tanah ke kepala Rasulullah. Beliau masuk rumah dan seorang puterinya dengan sedih membersihkan tanah itu dari kepala dan wajah ayahnya dan menyiramnya dengan sedikit air sambil meneteskan air mata. Rasulullah saw menghibur puterinya seraya mangatakan: "Jangan menangis, Allah pelindung ayahmu." Lalu beliau bersabda: "Selama Abu Thalib masih hidup orang-orang Quraisy tidak berhasil berbuat apa-apa untukku."Istri Abu Thalib, ibu Amirul Mukminin Ali as adalah Fathimah binti Asad. Sejak Rasulullah menginjakkan kakinya di rumah mereka sampai Abu Thalib dan isterinya menjadi pengasuh beliau, wanita ini dengan keikhlasan dan kesetiaan mendidik Rasul sampai beliau bersabda : "Wahai Ali, ibumu meninggalkan anaknya kelaparan tapi aku selalu disuapi. Mereka menyisiri dan meminyaki rambutku serta menghidangkan makanan hangat untukku."Anas bin Malik meriwayatkan bahwasanya ketika Fatimah binti Asad meninggal dunia, Nabi datang dan duduk di samping kepalanya sambil mengucapkan: "Semoga Allah merahmatimu wahai ibuku, engkau menjadi ibuku setelah ibuku wafat, menyuapiku dan menutupiku ... Engkau lakukan semua ini demi keridhaan Allah dan bekal akhirat."

0 comments:

Post a Comment